Sunday, December 18, 2016

Aplikasi Pengatur Sampah


Coba ada aplikasi pengatur sampah. Jadi gini, aplikasinya nampung data kita, apa aja sampah yang kita punya. Nanti tiap item kategori punya link ke bank sampah terdekat. Dah itu aja. Beberapa tahun lalu terbersit pikiran ini, lalu lupa dan tidak pernah diposting di blog. Tapi begitu sekarang ada kayak
@BebasSampahID,  www.waste4change.com, greeneration.org, saya jadi inget sama catetan ini. Walau masih jauh dari aplikasi yang saya kira, tapi sudah suatu kemajuan ada organisasi tersebut.
Semoga bermanfaat dan semoga untuk yang kreatif membuat aplikasi di web, android atau OS lain, bisa bikin aplikasi ini.
Thank you

Sunday, December 11, 2016

Tea Bag: Hijrah Dari Kantong Teh Ke Teh Tubruk

Sebelumnya, aku pernah membahas tentang kantung teh. Di situ aku membahas tentang memilahnya. Baru dua kali, sih, bener-bener menjaga kantong teh sisa alias udah gak merah lagi dan sudah lewat semalam dipakai agar tidak langsung masuk kantong sampah organik. Baru dua kali itu bener-bener dipilah. Isinya (ampas teh) masuk ke pot tanaman, kertas kantongnya dan label tehnya masuk kardus sampah kertas, terakhir tali tehnya masuk sampah bahan kain. Tapi setelah dipikir, lebih baik beli dan bikin teh tubruk/aur. Enggak ribet kok, yang penting meminimalisir sampah dapur. Jadi ampas tehnya bisa langsung masuk pot, jadi pupuk dan kertas pembungkusnya bisa didaur ulang. Justru lebih praktis, jadi gak perlu pusing mikir memilah sampahnya dan akan kemana sampahnya. Itu pun gak konsisten. Kadang kalo abis, eh, orang rumah malah beli teh celup (kalo bukan aku yg beli). Kalo udah gitu teh celupnya aku bongkar. Isinya masuk ke toples. Tapi kalo orang rumah ngeteh, bungkusnya dibiarkan kering, nanti isinya dibuang ke pot tanaman. Kertasnya di kumpulkan ke kotak sampah kertas dan talinya ke sampah kain. Menurutku lebih sepet dan lebih wangi teh aur dibanding teh celup. Alasan lain kenapa beralih ke teh aur karena kertas kantung celup mengandung bahan kimia. Untuk info lebih lanjut, silakan searching sendiri.
Satu lagi yang masih harus saya kurangi adalah beli kopi atau apapun itu dalam wujud bungkus kecil kayak sachetan.

Friday, December 9, 2016

Bakul Besi, Rantang dan Furoshiki

Kembali ke masa kecil, pertengahan tahun 90-an, hal yang umum kalau ada kondangan tamunya bawa beras di bakul besi yang nanti diisi balik sama yang punya hajat dengan kue-kue khas kayak uli dan ketan, kue merah putih, kue lapis basah, dan lauk pauk. Di saat itu juga hal yang biasa tiap Lebaran, tiap malam takbiran, pasti ada sodara yang datang bawa semur daging, ketupat, sayur godog, pokoknya rantang besi yang ditumpuk lima atau empat atau lebih isinya makanan.
Kalo bundelan kain kayaknya pas aku kecil udah gak ada, kecuali yang aku tonton di film-film pendekar kayak Angling Darma atau Tutur Tinular.
Sekarang, semakin banyaknya variasi dalam membungkus dan membawa makanan, kebanyakan memakai plastik kiloan, dus makanan, besek plastik. Kayaknya udah hilang bawa makanan di bakul besi dan rantang. Rantang aja udah banyak yang plastik. Jadi kalo ada kondangan atau Lebaran, plastik-plastik kiloan laris manis sebagai pembungkus makanan. Di satu sisi praktis, di sisi lain kekhasan kearifan lokal yang secara tidak sadar lebih ramah lingkungan hilang begitu saja.
Nah, beda di sini, beda di Jepang. Di negeri asal Naruto ini, membungkus makanan atau sesuatu dengan furoshiki. Mirip buntelan, tapi ikatannya bisa macam-macam. Bisa dipakai untuk membungkus botol, hadiah, atau kotak makan. Bentuknya unik dan teknik membungkusnya bisa susah. Aku sendiri tidak tahu bagaimana bikin furoshiki. Biasanya bahan furoshiki dari kain dengan motif yang juga macam-macam. Kalo mau tahu lebih lanjut tentang furoshiki, searching aja sendiri.
Itu sekilas tentang wadah yang saat ini sudah jarang terlihat dan digunakan, tergantikan dengan bahan lain yang lebih murah, ringan dan sekali pakai.

Kantung Kresek VS 200 Perak


Sebelumnya, aku hanya sedikit berbagi tentang satu dua hal. Aku bukan ahlinya, bahkan sebenarnya tidak berkompetensi dalam hal ini. Tapi ini sedikit mengusik. Jadi, mungkin ada hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang para ahli dan peneliti kemukakan. Silakan mengoreksi saya jika memang benar adanya.

Baik, mari kita masuk ke inti dari tulisan ini.

Setelah membaca buku “Think Like A Freak” dan membacanya berkali-kali di bab-bab yang saya suka, ada dua yang saya ingat: plastik yang dikenai harga 200 dan (aku lupa).

Awalnya mereka yang sangat mendukung program “bayar kantong kresek” ini begitu senang dengan rencana pemerintah—saya akui saya termasuk yang setuju dan senang. Sepertinya penggunaan kantong plastik akan bisa dikurangi. Tapi seperti banyak hal yang dibuat dan direncanakan akan ada banyak hambatan dan sangsi kalau ini akan berjalan dengan baik. Dan begitulah kenyataannya. Saya pun kembali berpikir. Yah, apa arti 200 perak. Tinggal masuk ke struk, bayar pun tak masalah. Lihatlah saat ini sepertinya tak ada efek apapun dari plastik berbayar.

Rencana yang dibuat sungguh baik. Tapi kembali lagi ke personal masing-masing. Melihat plastik adalah bagian dari pembungkus belanjaan atau barang bawaan yang sudah dipakai puluhan tahun dan sangat praktis, butuh waktu untuk membiasakan tidak ber-plastik. Butuh usaha dan kemauan lebih untuk mengatakan tidak pada kantong kresek. Mengubah kebiasaan dan ketergantungan pada sesuatu yang sangat bermanfaat, murah, ringan, dan sangat diandalkan pasti tidak mudah. Siapa yang mau bersusah payah mengingatkan diri apa sudah membawa tas lipat untuk belanjaan. Siapa yang tahu kalau akan mampir ke warung atau minimarket beli sesuatu. Tidak ada yang benar-benar berencana untuk belanja dan itu harus bawa tas lipat. Jadi, sekali lagi ini bukan seperti menghabiskan stok barang di gudang.

Satu hal lagi adalah aku lupa apa. Susah emang kalo gak langsung ditulis. Ide hilang gitu aja. So sad. :(
30/10/2016

Alamat Bank Sampah

Pernah ke bank sampah? Atau ada bank sampah di sekitar rumah kamu? Di rumahku adanya pangkalan pick up yang angkut sampah se-RW. Belum ada bank sampah. Tapi bukan itu yang mau aku tulis. Aku mau sedikit memberikan link bank sampah yang ada di sekitar Jabodetabek. Tidak banyak yang aku tahu karena hanya sebatas dari Koran yang alamatnya aku foto dan syukur ada beberapa yang udah punya blog.
Nah, di bawah ini adalah lima bank sampah sekitar Jabodetabek:
  1. Bank sampah Sekolah Alam Bogor (FB: Sekolah Alam Bogor)
  2. Bank sampah Kube Harapan Ibu RT 004/02 Cibubur Jak-Tim.
  3. Bank sampah PokLili Griya Lembah Depok (poklili.blogspot.co.id)
  4. Bank sampah Melai Bersih Puri Bintaro Tangerang Selatan (www.banksampahmelatibersih.com)
  5. Bank sampah Darling Kota Baru Perum Harapan Baru Bekasi (darlingpkkrw05.wordpress.com)
Kalo yang di bawah ini, yang konsen dengan lingkungan dan juga sampah(semuanya aku dapat dari koran Republika, bagian ‘Leisure’:
- Deasi Srihandi: Ibu ini konsen dengan air di rumahnya. Beliau memanfaatkan air rumah tangga dan dengan cara sedemikian rupa, airnya bisa digunakan kembali. Messyhomestead.wordpress.com
- Shanty Syahril: Aku lupa ibu satu ini fokus apa, tapi ada komunitasnya, Kumkum namanya. Cari aja, ya?
- Bike to work: kalo ini komunitas. Dari namanya pasti bisa tahu kan kalau mereka naik sepeda ke tempat kerja.
- Sedekah Sampah: ini pernah sering masuk TV karena menjadikan sampah sebagai bagian dari alat ‘pembayaran’. Silakan cek Yayasan Lestarikan Senyum Bumi, FB-nya: Senyum Bumi, surel: senyumbumi@gmail.com
- Dini Kusuma Wardhani: sayang aku lupa ibu ini menggiatkan apa. Yang jelas masih berhubungan dengan lingkungan.
- waste4changed: ini juga pernah masuk TV. Salah satunya acara Luar Biasa-nya Pak Michael Chandra dan di Pagi-Pagi Net TV. Kalo mau tau silakan masuk ke web-nya. Salah satu programnya adalah mengangkut sampah yang sudah dipisahkan agar tidak bercampur lagi dan masuk ke pembuangan yang tepat.

Cuma ada lima, ya, bank sampahnya? Silakan cari secara mandiri atau ada yang berkeinginan membuat bank sampah di lingkungan sendiri.

Aksi Kecil Untuk Masa Depan

Siapa sih yang gak tau tentang istilah global warming? Tapi aku sendiri juga tidak terlalu tau definisi pastinya, dari mana awalnya, apa akibat jangka panjangnya. Aku bukan orang yang ngerti, apalagi ahli. Dan kebanyakan dari kita bercuap-cuap. Bagus, tidak masalah. Setidaknya aksi kecil kita bisa saling terhubung dan memberikan efek besar untuk jangka yang bahkan mungkin tidak akan kita rasakan.
Sebelum ke masalah besar tadi, coba deh kita ke bagian kecil yang dekat dengan diri kita, yang mudah kita jangkau. Seperti kearifan lokal yang sebenarnya tanpa disadari sudah bagian dari menghargai lingkung. Global warming adalah hal yang besar. Daripada lelah memikirkan hal yang besar. Lakukan aja kebiasaan atau kerifan lokal yang sederhana. Banyak kebiasaan baik sederhana yang sejak zaman nenek moyang sangat baik untuk lingkungan. Untuk kita yang masih anak piyek, bisalah dimulai dari hidup yang baik, sehat, bersih, dan hemat. Apakah itu buang sampah di tempatnya, menjaga lingkungan kamar tetap bersih, tidak membeli sesuatu secara berlebihan. Hal-hal kecil ini jika dilakukan banyak, efeknya juga akan banyak kan?
Lakukan aja hal kecil ini untuk tujuan baik. Melatih hidup lebih teratur, efisien dan efektif bukan hal yang rugi, tapi juga bukan hal yang mudah. Bagi yang terbiasa, iya tidak masalah, bagi yang belum? Maka mulailah dari hal yang kecil. Jadikan alam sahabat kita.
Udah itu aja. Kalo banyak omong tanpa statistik malah jadinya omdo.
Ngomong-ngomong ada gak yah hasil penilitan berupa seberapa efektif sikap atau kebiasaan baik kita bagi lingkungan dan untuk jangka panjang nanti?