Tuesday, June 30, 2020

Zero Waste yang Terburu-buru


Mungkin itu namanya zero waste membabi buta yang segala macam barang mengandung plastik diganti kayu. Di satu sisi aku senang dengan banyaknya orang di muka Bumi ini yang begitu aware dan tertarik dengan konsep zero waste. Konsep yang ternyata sudah ada sejak awal 2000-an. Tahulah, yah, isu tentang lingkungan dan puncaknya pemanasan global? Tapi di sisi lain aku juga sedih kalau itu hanya menambah daftar belanjaan kita. Daftarnya pasti panjang, menambah pengeluaran lain, belum lagi waktu dan jarak untuk mendapatkan si barang. Saat ini belum banyak toko offline yang menjual barang zero waste. Kebanyakan masih online. Bukan mengganti segala barang menjadi kayu yang utama, tapi bagaimana mengurangi sampah dan segala yang membuntutinya (jejak karbon, misalnya).
Sejauh ini aku termasuk yang membeli sedotan stainless steel, sikat gigi bambu, dan satu lembar reusable cotton pad. Well, setelah itu aku tidak berniat membeli segala tas belanja jaring atau tempat bekal stainless steel (selain karena harganya yang lumayan mahal).
Proses pembelian yang kebanyakan masih online pasti menyebabkan sampah paket. Bertambahlah sampah di rumah kita. Kalau enggak pinter-pinter muter otak, pasti berakhir di tempat sampah. Belum lagi proses produksinya yang apakah lebih ramah lingkungan. Apakah lebih pendek rantai produksinya dibanding tanpa sedotan yang bisa dipakai berulang kali?
Intinya bukan hal yang salah juga. Tapi kalau masih bisa diminum langsung, yah aku lebih memilih tanpa sedotan. Bahkan untuk alasan aestetik pun kalau hanya akan menambah sampah, lebih baik enggak usah. Gak masalah gak minum cantik, kan? Bisa kok tanpa sedotan. Kecuali kamu sakit dan gak bisa minum sambil duduk.
Ujung-ujungnya aku membuat sendiri napkin, reusable cotton pad, kantung belanja kain. Semuanya dari kain perca. Enggak beli bahan kain baru. Bahkan aku masih pakai kantung plastik kalau belanja. Kan masih bisa dipakai lagi. Aku masih beli yang plastik-plastik kalo butuh dan lebih mudah didapat.
Kita masih harus bijak dan berpikir kritis tentang apa itu zero waste. Bukan barangnya, tapi kebiasaannya yang harus dijaga.